Pengertian, Kaidah, dan Konsep Arsitektur Berkelanjutan
Posted on by arsitekperadaban
Pembangunan yang berkelanjutan sangat penting untuk diaplikasikan di era modern ini. Maksud dari pembangunan yang berkelanjutan adalah:
1. Environmental Sustainability:
a. Ecosystem integrity
b. Carrying capacity
c. Biodiversity
Yaitu pembangunan yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama karena memungkinkan terjadinya keterpaduan antarekosistem, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti iklim planet, keberagaman hayati, dan perindustrian. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.
2. Social Sustainability:
a. Cultural identity
b. Empowerment
c. Accessibility
d. Stability
e. Equity
Yaitu pembangunan yang minimal mampu mempertahankan karakter dari keadaan sosial setempat. Namun, akan lebih baik lagi apabila pembangunan tersebut justru meningkatkan kualitas sosial yang telah ada. Setiap orang yang terlibat dalam pembangunan tersebut, baik sebagai subjek maupun objek, haruslah mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini diperlukan agar tercipta suatu stabilitas sosial sehingga terbentuk budaya yang kondusif.
3. Economical Sustainability:
a. Growth
b. Development
c. Productivity
d. Trickle-down
Yaitu pembangunan yang relative rendah biaya inisiasi dan operasinya. Selain itu, dari segi ekonmomi bisa mendatangkan profit juga, selain menghadirkan benefit seperti yang telah disebutkan pada aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Pembangunan ini memiliki ciri produktif secara kuantitas dan kualitasnya, serta memberikan peluang kerja dan keuntungan lainnya untuk individu kelas menengah dan bawah.
Pengertian Arsitektur yang berkelanjutan, seperti dikutip dari buku James Steele Suistainable Architecture, adalah ”Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait.”
Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial.
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.
Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.
Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang.
Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan, kenyamanan, estetika dan nilai tambah.
Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan komitmen internasional.
Penerapan arsitektur berkelanjutan diantaranya:
1. Dalam efisiensi penggunaan energi:
a. Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
b. Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air conditioner).
c. Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
d. Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah air hujan untuk keperluan domestik.
e. Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.
2. Dalam efisiensi penggunaan lahan:
a. Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
b. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding ,dan sebagainya.
c. Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
d. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.
e. Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan? Dimana letak lahan (dikota atau didesa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan?
3. Dalam efisiensi penggunaan material :
a. Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
b. Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
c. Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material seperti kayu.
4. Dalam penggunaan teknologi dan material baru :
a. Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
b. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.
5. Dalam manajemen limbah :
a. Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
b. Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.
Mungkin jika saya mencoba merangkum penerapan arsitektur berkelanjutan di atas. Maka, akan terbagi kepada tiga hal:
1. Energy issues -> efficiency, renewable.
Energi sangat perlu diberi perhatian khusus oleh Arsitek, terutama energy listrik, karena listrik sangat berkaitan dengan bidang Arsitektur.
Banyak bangunan di Indonesia yang masih harus menyalakan lampu ketika digunakan pada siang hari. Tentu hal tersebut sangat aneh, mengingat Indonesia memiliki sinar matahari yang berlimpah. Matahari selalu bersinar sepanjang tahun di langit Indonesia yang hanya mengenal dua musim tersebut.
Salah satu penyebab keanehan tersebut adalah desain yang kurang memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan. Mungkin salah satu solusi yang bisa diberi adalah perbanyak bukaan pada fasad, perkecil tebal bangunan, atau buat atrium yang menggunakan skylight.
2. Water conservation -> reduce, recycle
Perlu adanya kesadaran bahwa kita haruslah menlakukan penghematan terhadap air bersih. Karena untuk saat ini, air bersih mulai mengalami kelangkaan. Bahkan di suatu tempat, untuk mendapatkan air bersih harus mengantri, kemudian membeli dan menggotongnya ke rumah. (tidak melalui pipa)
Misalnya untuk hal-hal/kegiatan yang tidak begitu memerlukan air bersih, seperti menyiram kotoran setelah buang air besar. Padahal kita bisa memanfaatkan air hujan untuk hal tersebut, apalagi di Indonesia terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga penghematan air bersih sangat feasible untuk dilakukan.
Cara penghematan:
a. Gunakan air hujan tersebut (tampung) hingga tak ada lagi yang terbuang begitu saja.
b. Bila ada sisa, resapkan air hujan ke dalam tanah. Selama ini, air hujan selalu langsung dialirkan ke selokan yang berakhir di laut. Hal ini tidak memberikan kesempatan pada air hujan untuk meresap ke dalam tanah karena semua selokan diberi perkerasan seluruh permukaannya.
c. Bila masih ada lebihnya, baru dialirkan ke dalam selokan-selokan kota.
Selain menghemat air bersih, cara seperti ini bisa mengurangi tingkat banjir. Karena selokan-selokan tidak akan dipenuhi air.
3. Material alam
Penggunaan material alam sangat direkomendasikan untuk dipakai karena akan lebih bersahabat kepada penggunanya. Di sinilah terungkapkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar antara material alam dengan material buatan manusia. Material alam yang merupakan karya Tuhan tidak meradiasikan panas dan tidak merefleksikan cahaya.
Contoh: daun pada pepohonan. Kita akan merasa sejuk berada di bawahnya. Berbeda dengan tenda ataupun material buatan manusia lainnya. Kita akan tetap merasa panas dan tidak nyaman.
Aplikasinya dalam berarsitektur, misalnya penggunaan cobbale stone pada bak kontrol. Selain dapat menyerap air, cobbale stone ini bisa ditumbuhi rumput. Dan rumput itulah yang membawa ‘ruh’ pada bak kontrol. Sehingga space berubah menjadi place. Space adalah ruang yang belum punya makna. Place adalah space yang telah memiliki kehidupan di dalamnya.
Intinya, seorang arsitek sebaiknya mendesain dengan menggunakan prinsip ekologi dan tidak melulu menggunakan hardscape.
1. Environmental Sustainability:
a. Ecosystem integrity
b. Carrying capacity
c. Biodiversity
Yaitu pembangunan yang mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama karena memungkinkan terjadinya keterpaduan antarekosistem, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti iklim planet, keberagaman hayati, dan perindustrian. Kerusakan alam akibat eksploitasi sumber daya alam telah mencapai taraf pengrusakan secara global, sehingga lambat tetapi pasti, bumi akan semakin kehilangan potensinya untuk mendukung kehidupan manusia, akibat dari berbagai eksploitasi terhadap alam tersebut.
2. Social Sustainability:
a. Cultural identity
b. Empowerment
c. Accessibility
d. Stability
e. Equity
Yaitu pembangunan yang minimal mampu mempertahankan karakter dari keadaan sosial setempat. Namun, akan lebih baik lagi apabila pembangunan tersebut justru meningkatkan kualitas sosial yang telah ada. Setiap orang yang terlibat dalam pembangunan tersebut, baik sebagai subjek maupun objek, haruslah mendapatkan perlakuan yang adil. Hal ini diperlukan agar tercipta suatu stabilitas sosial sehingga terbentuk budaya yang kondusif.
3. Economical Sustainability:
a. Growth
b. Development
c. Productivity
d. Trickle-down
Yaitu pembangunan yang relative rendah biaya inisiasi dan operasinya. Selain itu, dari segi ekonmomi bisa mendatangkan profit juga, selain menghadirkan benefit seperti yang telah disebutkan pada aspek-aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Pembangunan ini memiliki ciri produktif secara kuantitas dan kualitasnya, serta memberikan peluang kerja dan keuntungan lainnya untuk individu kelas menengah dan bawah.
Pengertian Arsitektur yang berkelanjutan, seperti dikutip dari buku James Steele Suistainable Architecture, adalah ”Arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang, dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait.”
Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial.
Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah.
Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan yang tanggap lingkungan dan meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi.
Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang.
Proses keberlanjutan arsitektur meliputi keseluruhan siklus masa suatu bangunan, mulai dari proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan. Visi arsitektur berkelanjutan tidak saja dipacu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouses effect), juga mengandung maksud untuk lebih menekankan pentingnya sisi kualitas dibanding kuantitas ditinjau dari aspek fungsional, lingkungan, kesehatan, kenyamanan, estetika dan nilai tambah.
Secara normatif, hal ini sudah terakomodasi dalam peraturan perundangan seperti ketentuan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan tata bangunan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan estetika pada berbagai skala dan cakupan baik ruangan, bangunan, lingkungan, maupun persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi keselamatan, kesehatan, kenyamaman dan kemudahan. Dari sisi ini, kesadaran faktor manusia dikedepankan dibanding faktor lain. Hal ini mengingat paradigma yang juga sudah berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Di era reformasi dan demokratisasi politik di Indonesia, mulai bergeser ke pola paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm) yang lebih bernuansa pemberdayaan komitmen internasional.
Penerapan arsitektur berkelanjutan diantaranya:
1. Dalam efisiensi penggunaan energi:
a. Memanfaatkan sinar matahari untuk pencahayaan alami secara maksimal pada siang hari, untuk mengurangi penggunaan energi listrik.
b. Memanfaatkan penghawaan alami sebagai ganti pengkondisian udara buatan (air conditioner).
c. Menggunakan ventilasi dan bukaan, penghawaan silang, dan cara-cara inovatif lainnya.
d. Memanfaatkan air hujan dalam cara-cara inovatif untuk menampung dan mengolah air hujan untuk keperluan domestik.
e. Konsep efisiensi penggunaan energi seperti pencahayaan dan penghawaan alami merupakan konsep spesifik untuk wilayah dengan iklim tropis.
2. Dalam efisiensi penggunaan lahan:
a. Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu.
b. Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan (taman atap), taman gantung (dengan menggantung pot-pot tanaman pada sekitar bangunan), pagar tanaman atau yang dapat diisi dengan tanaman, dinding dengan taman pada dinding ,dan sebagainya.
c. Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan.
d. Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar.
e. Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan? Dimana letak lahan (dikota atau didesa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain? Bagaimana bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang? Berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan?
3. Dalam efisiensi penggunaan material :
a. Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa dapat digunakan untuk bagian lain bangunan.
b. Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama.
c. Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material seperti kayu.
4. Dalam penggunaan teknologi dan material baru :
a. Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen.
b. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.
5. Dalam manajemen limbah :
a. Membuat sistem pengolahan limbah domestik seperti air kotor (black water, grey water) yang mandiri dan tidak membebani sistem aliran air kota.
b. Cara-cara inovatif yang patut dicoba seperti membuat sistem dekomposisi limbah organik agar terurai secara alami dalam lahan, membuat benda-benda yang biasa menjadi limbah atau sampah domestik dari bahan-bahan yang dapat didaur ulang atau dapat dengan mudah terdekomposisi secara alami.
Mungkin jika saya mencoba merangkum penerapan arsitektur berkelanjutan di atas. Maka, akan terbagi kepada tiga hal:
1. Energy issues -> efficiency, renewable.
Energi sangat perlu diberi perhatian khusus oleh Arsitek, terutama energy listrik, karena listrik sangat berkaitan dengan bidang Arsitektur.
Banyak bangunan di Indonesia yang masih harus menyalakan lampu ketika digunakan pada siang hari. Tentu hal tersebut sangat aneh, mengingat Indonesia memiliki sinar matahari yang berlimpah. Matahari selalu bersinar sepanjang tahun di langit Indonesia yang hanya mengenal dua musim tersebut.
Salah satu penyebab keanehan tersebut adalah desain yang kurang memasukkan cahaya matahari ke dalam bangunan. Mungkin salah satu solusi yang bisa diberi adalah perbanyak bukaan pada fasad, perkecil tebal bangunan, atau buat atrium yang menggunakan skylight.
2. Water conservation -> reduce, recycle
Perlu adanya kesadaran bahwa kita haruslah menlakukan penghematan terhadap air bersih. Karena untuk saat ini, air bersih mulai mengalami kelangkaan. Bahkan di suatu tempat, untuk mendapatkan air bersih harus mengantri, kemudian membeli dan menggotongnya ke rumah. (tidak melalui pipa)
Misalnya untuk hal-hal/kegiatan yang tidak begitu memerlukan air bersih, seperti menyiram kotoran setelah buang air besar. Padahal kita bisa memanfaatkan air hujan untuk hal tersebut, apalagi di Indonesia terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga penghematan air bersih sangat feasible untuk dilakukan.
Cara penghematan:
a. Gunakan air hujan tersebut (tampung) hingga tak ada lagi yang terbuang begitu saja.
b. Bila ada sisa, resapkan air hujan ke dalam tanah. Selama ini, air hujan selalu langsung dialirkan ke selokan yang berakhir di laut. Hal ini tidak memberikan kesempatan pada air hujan untuk meresap ke dalam tanah karena semua selokan diberi perkerasan seluruh permukaannya.
c. Bila masih ada lebihnya, baru dialirkan ke dalam selokan-selokan kota.
Selain menghemat air bersih, cara seperti ini bisa mengurangi tingkat banjir. Karena selokan-selokan tidak akan dipenuhi air.
3. Material alam
Penggunaan material alam sangat direkomendasikan untuk dipakai karena akan lebih bersahabat kepada penggunanya. Di sinilah terungkapkan bahwa ada perbedaan yang cukup besar antara material alam dengan material buatan manusia. Material alam yang merupakan karya Tuhan tidak meradiasikan panas dan tidak merefleksikan cahaya.
Contoh: daun pada pepohonan. Kita akan merasa sejuk berada di bawahnya. Berbeda dengan tenda ataupun material buatan manusia lainnya. Kita akan tetap merasa panas dan tidak nyaman.
Aplikasinya dalam berarsitektur, misalnya penggunaan cobbale stone pada bak kontrol. Selain dapat menyerap air, cobbale stone ini bisa ditumbuhi rumput. Dan rumput itulah yang membawa ‘ruh’ pada bak kontrol. Sehingga space berubah menjadi place. Space adalah ruang yang belum punya makna. Place adalah space yang telah memiliki kehidupan di dalamnya.
Intinya, seorang arsitek sebaiknya mendesain dengan menggunakan prinsip ekologi dan tidak melulu menggunakan hardscape.